Mencontoh Para Salaf dalam Ketekunan Belajar
Abu Bakar Khayyath An-Nahwi (seorang pakar Nahwu) menggunakan seluruh waktunya untuk membaca, bahkan ketika ia berjalan. Terkadang beliau terjatuh di lubang atau ditabrak binatang (karena tenggelam dalam bacaannya).[1]
Sebagian dari mereka karena giatnya memanfaatkan waktunya, tidak meninggalkan menuntut ilmu, bahkan didalam kamar kecil (WC)sekalipun.
Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata,”Imam Majduddin bin Taimiyah apabila beliau masuk WC untuk membuang hajat, beliau berkata kepada oang-orang yang ada disekitarnya. Bacalah kitab ini dan angkat suaramu! (agar aku bisa mendengarmu dari dalam)!.’ Ibnu Rajab berkata,”Hal itu menunjukkan kuatnya semangat dalam belajar ilmu dan meraihnyaserta dalam menjaga waktunya.”[2]
Para penuntut ilmu selalu bersama orang-orang yang shalih, hingga diacara-acara resepsi. Diantaranya seperti yang diceritakan oleh Hilal Al-Askari, beliau berkata,”Tsa’lab (nama aslinya Ahmad bin Yahya Asy-Syaibani, tokoh Nahwu dan ilmu Qira’at yang tersohor) tidak pernah berpisah dari buku yang dia pelajari. Apabila ada seorang yang mengundangnya untuk resepsi, beliau memberikan persyaratan agar ditempat duduknya diberikan tempat luang seukuran tempat duduk untuk menaruh kitabnya dan bisa membacanya.”[3]
Sebagian ulama Salaf, karena terlalu semangatnya dalam belajar, mereka tetap belajar hingga saat mereka makan. Ibrahim bin Isa Al-Muradi berkata, “Saya tidak pernah melihat orang yang lebih rajin dalam menuntut ilmu melebihi Hafidz Abdul Azhim Al-Mundziri. Saya bertetangga dengannya di Madrasah di Kairo selama dua belas tahun dan rumah saya diatas rumahnya. Saya tidak pernah bangun di waktu malam atau saat-saat di waktu malam, kecuali saya mendapatkan lampu rumahnya menyala. Beliau menyibukkan diri dengan belajar dan menulis. Sampai ketika beliau makan dan minum, kitabnya selalu berada di depannya, beliau membaca dan menelaahnya. [4]
Ishaq bin Ibrahim berkata, “Al-Hafidz Al-Mundziri tidak pernah keluar dari madrasah (tempat beliau tinggal dan mengajar), baik untuk melawat atau bersenang-senang (seperti ketika ada walimah acara aqiqah) atau untuk rekreasi atau untuk keperluan lainnya, beliau menghabiskan seluruh waktunya untuk belajar ilmu.”[5]
Ahmad bin Salamah teman Imam Muslim, penulis kitab Shahih Muslim, berkata,”Imam Muslim dibuatkan sebuah acara untuk mendiskusikan hadis, beliau dibacakan sebuah hadis yang tidak beliau ketahui. Beliau kembali ke rumahnya untuk menyalakan lampu dan berkata kepada orang-orang yang ada dirumahnya,”Tidak boleh seorang pun masuk ke dalam kamar ini!”
Seseorang berkata,”Kita diberi hadiah orang satu keranjang korma, Ia berkata,”Berikan kepadaku!” Merekapun memberikannya kepada Imam Muslim. Beliau mencari hadis (yang tidak diketahui sebelumnya) dalam kitab-kitabnya sambil mengambil korma dan mengunyahnya sampai waktu Shubuh. Korma telah habis dan hadits baru didapatkan. (Karena seriusnya beliau dalam mencari hadis tersebut, beliau tidak sadar telah memakan korma hingga satu keranjang).” Al-Hakim berkata,”Saya diceritakan oleh orang yang bisa dipercaya, bahwa Imam Muslim sakit setelah memakan korma tersebut, dan setelah itu beliau meninggal dunia.”[6]
Begitu keadaan orang-orang shalih. Para ulama yang jujur. Maka, wahai orang-orang yang lemah semangatnya! Orang-orang yang telah berjalan, sementara anda masih tertidur. Mereka telah sampai, dan anda masih berangan-angan. Apakah anda tidak punya semangat sebagaiman mereka dengan semangat tinggi mereka itu?
Sebelum saya tutup pembahasan ini, saya harus menjelaskan satu masalah penting. Yaitu bukanlah maksud kami memaparkan teladan yang baik dan ketekunan para pendahulu kita yang mulia dalam belajar ilmu dan menghabiskan waktu mereka untuk belajar, agar seseorang menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk belajar ilmu Syar’i dan melalaikan segi-segi lain yang sangat penting dalam membentuk kepribadiannya, seperti ibadah, memperbanyak shalat-shalat sunnah atau membina diri dan berdakwah kepada Allah.
Bukan demikian. Maksud kami memaparkan teladan ini adalah untuk membangkitkan semangat belajar, agar memanfaatkan waktu untuk meraih ilmu, dengan selalu menjaga keseimbangan dan pertengahan. Agar tidak ada yang dirugikan dan seseorang tidak menyepelekan segi lain yang sangat penting.
[1] Al-Hatstsu ala Thalabil ‘Ilmi, Abu Hilal Al-Askari
[2] Dzailut Thabaqatil Hanabilah, Ibnu Rajab, 1/145
[3] Al-Hatstsu ala Thalabil ‘Ilmi, Abu Hilal Al-Askari
[4] Bustanul Arifin, Imam An-Nawawi
[5] Ibid.
[6] Shiyanatus Shahih Muslim minal Ikhlal wal Ghalath, Ibnu Shalih
Judul Asli:
كيف تتحمس في طلب العلم الشرعي
اكثر من ١٠٠ طريقة للتحمس لطلب العلم الشرعي
(102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Mambara)
Penulis :
ابوالقعقاع محمد بن صالح ال عبد الله
(Abul Qa’qa’Muhammad bin Shalih alu ‘Abdillah)
Penerjemah:
Nurul Mukhlisin, Lc. M.Ag.
Penerbit :
Pustaka Elba
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Memberi Respon yang Baik