Jumat, 17 Desember 2010

Ahlussunnah tidak identik dengan Jubah dan Ghamis Pakistan


Seandainya masyarakat kampung terbiasa untuk memakai sarung, kemeja, baju koko dan songkok hitam, maka hendaknya kita tidak berusaha untuk tampil beda dengan memakai jubah, ghamis (baju pakistan), ‘imamah (sorban yang dililit dikepala) atau syimagh (kerudung yang biasa dipakai oleh laki-laki arab). Karena menurut para ulama, yang disunnhakan dalam masalah pakaian adalah hendaknya seseorang menyesuaikan pakaiannya dengan pakaian penduduk negerinya, selama pakaian mereka (di negerinya) tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

            Imam Ibnul Qayyim <rahimahullah> menjelaskan bagaimana pakaian Rosululloh صلی الله عليه وسلم , “Dan cara berpakaian Rosulullah صلی الله عليه وسلم adalah apa yang Allah mudahkan keberadaannya di negeri beliau” (Hadd ats-Tsaub, Syaikh Bakr Abu Zaid)

            Imam Ibnu ‘Aqil <rahimahullah> berkata, “Tidak seyogyanya menyelisihi kebiasaan masyarakat, kecuali dalam hal yang haram” (Hadd ats-Tsaub, Syaikh Bakr Abu Zaid)

            Syaikh Abdul Qadir al-Jailani <rahimahullah> menerangkan, “Diantara bentuk pakaian yang sebaiknya ditinggalkan  adalah setiap pakaian yang bisa menjadikan pemakainya terkenal di masyarakat; seperti pakaian yang berbeda dengan kebiasaan negeri dan masyarakatnya. Maka hendaklah ia memakai pakaian yang biasa dipakai oleh masyarakatnya.” (Ghidza al-Albab, as-Saffarani)

            Imam Muhammad as-Saffarani <rahimahulloh> menegaskan, “Bab: Makruh hukumnya (bagi seorang muslim untuk) menyelisihi penduduk negerinya dalam masalah pakaian. Seyogyanya ia memakai pakaian yang biasa dipakai di negerinya, agar tidak menjadi bahan perhatian, yang kemudian mengakibatkan penduduk negerinya menggunjing dia, sehingga dia pun ikut berdosa karena menjadi sebab mereka berbuat ghibah. (Ghidza al-Albab, as-Saffarani)

            Setelah Syaikh al-‘Allamah Muhammad al-‘Utsaimin rahimahulloh menjelaskan bahwa pakaian yang paling dicintai oleh Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah jubah, beliau menjelaskannya agar seorang muslim tetap menyesuaikan pakaiannya dengan pakaian yang biasa dipakai oleh penduduk daerahnya. Beliau berkata,”Hadits-hadits yang disebutkan oleh an-Nawawi rahimahulloh di dalam kitabnya Riyadh ash-Shalihin bab adab berpakaian, diantaranya ada yang menunjukkan bahwa pakaian yang paling dicintai Rasululloh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah tsaub (jubah)... Akan tetapi meskipun demikian, seandainya engkau berada di suatu daerah yang adat penduduknya memakai baju dan sarung lalu engkau memakai pakaian serupa maka tidak apa-apa. Yang penting engkau tidak menyelisihi pakaian masyarakat daerahmu agar engkau tidak terjerumus ke dalam (larangan memakai pakaian yang mengakibatkan pemakainya) tenar, padahal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah melarang (muslim untuk memakai) pakaian (yang mengakibatkan dirinya) tenar.

            Syaikh Bakr Abu Zaid hafizhahulloh menjelaskan salah satu adab berpakaian, “Perhatikanlah indahnya penampilan, estetika dalam berpakaian dan kebiasaan yang ada selama tidak menyelisihi syari’at yang suci.”

            Berarti kalau begitu di Indonesia kita sama sekali tidak boleh memakai gamis atau jubah?? Tidak juga, tergantung daerah tempat kita tinggal. Ada beberapa daerah di Indonesia yang gamis dan jubah sudah membudaya disana, kalau demikian keadaannya maka tidak mengapa kita memakai pakaian tersebut. Namun ada juga beberapa daerah yang jika pakaian tersebut dikenakan oleh kaum pria akan menjadi hal yang sangat aneh di mata penduduk daerah itu. Kalau demikian keadaannya maka hendaknya kita memakai pakaian yang umum dipakai disana, dengan tetap memperhatikan norma-norma syari’at.  
  
[Disadur dari “14 Hikmah dalam Berdakwah”, oleh Abdulloh Zain, MA. Penerbit Pustaka Muslim.]
http://www.frewaremini.com

| Mau Kembali Keberanda? |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Memberi Respon yang Baik