Selasa, 14 Desember 2010

Antara Kita dan Mereka dalam Meraih Surga



Para Salaf mengorbankan Dirinya demi ilmu
            Pohon ilmu syar’i yang penuh barakah tidak akan tumbuh dan berbuah kecuali disirami dengan air pengorbanan jiwa dan semua yang berharga demi ilmu. Sesungguhnya harga ketinggian derajat adalah sangat mahal.

            Ibnul jauzi mengakui hal tersebut dan berkata, “Saya merenung dan heran, setiap sesuatu yang berharga jalannya panjang dan berbahaya, sangat melelahkan untuk mencapainya. Sesungguhnya ilmu merupakan sesuatu yang paling mulia, tidak akan bisa diraih kecuali dengan kelelahan, tidak tidur (untuk belajar), mengulang-ulangi, meninggalkan kelezatan dan santai.”

            Seorang Fuqaha berkata, “Selama bertahun-tahun, saya menginginkan harisah (bubur yang dicampur daging), namun tidak bisa mendapatkannya, karena waktu penjualannya bersamaan dengan mendengar kajian. ” [1]

            Dengarkan juga perkataan Ibnul Qayyim yang menguatkan kebenaran tersebut, “Adapun kebahagiaan (ilmu dan kenikmatannya) tidak akan anda warisi kecuali dengan mengorbankan apa yang dimiliki, jujur dalam belajar dan niat yang benar.”

Alangkah indahnya perkataan seorang penyair tentang hal itu,
Katakan kepada orang yang mengharapkan cita-cita tinggi, dengan tanpa kesungguhan, sungguh anda mengharapkan sesuatu yang mustahil. 

Lalu penyair lain berkata,
Seandainya tidak ada kesulitan semua orang akan berhasil

(Tapi mereka mengira) dermawan akan memiskinkan dan berani berarti mati.

Kemuliaan bergantung pada sesuatu yang menyusahkan. Kebahagiaan tidak bisa ditemui tanpa melewati jembatan kesulitan. Jaraknya ditempuh dengan perahu semangat dan kesungguhan. 

Wahai orang yang ingin menemui kekasihnya, tanpa kesulitan selamanya engkau ankan berada di jalan. [2]

Semoga Alloh merahmati orang yang berkata,
“Jangan mengira kemuliaan bagaikan korma yang anda makan
Engkau tidak akan mencapai kemuliaan hingga engkau berbekal kesabaran.”

            Para ulama salaf yang telah mulia mengukir ketauladanan yang indah mengenai masalah ini. Sulaiman bin Al-Mughirah berkata, “Sufyan Ats-Tsauri mendatangi kami di Bashrah (ketika itu beliau diusir oleh penguasa dan lari ke Bashrah). Ia mengutus seseorang kepadaku dan berkata,’Saya mendapatkan informasi bahwa anda mengajarkan hadits dari Nabi Shallallahu ‘Alayhi Wasallam dan saya dalam keadaan seperti yang anda ketahui (tidak bisa datang karena khawatir dilihat oleh tentara-tentara pemerintah dan menangkap saya), maka datanglah kepadaku kalau bisa (agar saya bisa mendengar hadits dari anda)’. Sulaiman berkata,”Maka aku mendatanginya, lalu ia belajar hadits dariku.”
            Imam Abdulloh bin Farrukh Al-Qairuwani pergi menemui Abu Hanifah An-Nu’man untuk belajar darinya. Ketika Abdullah duduk dirumah Abu Hanifah, tiba-tiba batu bata jatuh dari atas rumah Abu Hanifah tepat mengenai kepala Abdullah hingga ia terluka dan darahnya mengucur. Abu Hanifah berkata kepadaku, “Apakah anda memilih harga denda atau tiga ratus hadis?” Saya berkata, “Saya memilih tiga ratus hadis.” Kemudian beliau mengajarinya hadis tersebut.

            Ibnu Khalqan ketika menulis biografi tokoh tafsir Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari Al-Khawarizmi berkata, “Salah satu kaki Zamakhsyari terputus. Beliau berjalan dengan kaki palsu yang terbuat dari kayu. Penyebabnya, ketika dalam sebuah perjalanan menuntut ilmu, di daerah Khawarizmi, beliau tertimpa salju yang besar dan dinginnya menyengat. Kaki beliau tergelincir karena kedinginan.

            Zamakhsyari memiliki ijasah bahwa kakinya jatuh karena sebab ini. Agar tidak disangka orang bahwa kakinya putus karena kejahatan yang dilakukannya. Memang salju dan hawa dingin sering membuat orang terjatuh dan tidak bisa dihindari oleh orang-orang yang tidak mengetahuinya.”[3]

Khuzaimah bin Ali berkata, “Jemari Umar bin Abdul Karim Ar-Rawasy berjatuhan dalam perjalanannya menuntut ilmu karena kedinginan.”[4]

            Hisyam bin Ammar berkata, “Ayahku menjual rumah seharga dua puluh dinar. Beliau menyiapkannya untuk perjalanan ibadah hajiku. Setelah sampai di Madinah, saya mendatangi majlis Imam Malik bin Anas. Saya memiliki beberapa permasalahan yang ingin saya tanyakan kepadanya. Saya mendatangi beliau yang sedang duduk disebuah majelis layaknya raja (karena penghormatan orang kepadanya). Orang-orang bertanya dan beliau menjawabnya, “saya masuk menemui Imam Malik, dan tiba giliranku untuk berbicara. Saya berkata kepada beliau, ‘bacakan hadis kepadaku!’ Beliau berkata, ‘Tidak, anda yang membaca.’ Ketika saya menolaknya dan membantahnya, beliau marah kepada saya dan berkata, “Wahai pemuda, kemarilah, bawa orang ini (maksudnya, saya) dan pukullah lima belas kali cemeti. Orang tersebut membawa saya dan memukuli saya lima belas kali. Kemudian mengembalikan saya ke Imam Malik dan berkata, ”Saya telah memukulinya.”

            Saat itu saya berkata, “Anda telah menzhalimiku. Orang tua saya menjual rumahnya dan mengirimku untuk belajar kepadamu. Saya bangga bisa belajar dari anda. Anda telah memukul saya lima belas kali cambukan tanpa kesalahan yang saya lakukan. Saya tidak menghalalkan anda. Imam Malik berkata, “Apa tebusan dari kezhaliman ini?” Saya berkata, “Tebusannya engkau harus mengajarkan saya lima belas hadis.” Hisyam berkata, “Imam Malik lalu membacakan kepada saya lima belas hadis.” Dan setelah selesai, saya berkata kepadanya, “Wahai Imam, pukullah saya lagi dan tambahlah hadis kepadaku!” Imam Malik tersenyum dan berkata “Pergilah dan pulanglah!”[5]

            Al-Hafidz As-Sakhawi berkata, “Abu Ayyub Sulaiman Asy-Syadzkuni salah seorang penghapal hadis terkenal terlihat dalam mimpi setelah beliau meninggal dunia. Beliau ditanya, ‘Apa yang Alloh telah berikan kepadamu?’ Beliau menjawab, ‘Saya pernah berjalan melewati sebuah jalan di Ashbahan sambil membawa kitab-kitab saya. Hujan turun dan dan tidak ada atap atau sesuatu yang memayungi saya dan kitab saya dari hujan. Saya takut kitab saya rusak karena hujan. Saya memeluk kitab saya untuk melindunginya dengan tubuh saya agar tidak terkena air hingga pagi dan hujan reda. Dengan demikian, Alloh mengampuni kesalahan saya di dunia dan Akhirat.”[6]

            Ibnul Muqri’ berkata, “Saya berjalan kaki untuk mengkaji nuskhah ”Al Mufadlal bin Fudlalah” sebanyak 70 kali (Nuskhah adalah kumpulan hadis yang diriwayatkan oleh seorang Syaikh). Seandainya nuskhah itu ditawarkan kepada tukang roti untuk ditukar dengan sepotong roti niscaya ia tidak akan menerimanya. Saya masuk Baitul Maqdis sepuluh kali (berjalan kaki ke sana sepuluh kali untuk menuntut ilmu).”[7]
 
            Wahai saudaraku yang tercinta dan saudariku yang mulia, inilah cerita orang-orang yang shalih, pengorbanan mereka dan hasilnya. Adakah seorang yang ingin mengikuti jalan mereka? Adakah orang yang ingin mengambil teladan darinya agar bahagia dunia dan Akhirat.


[1] Shaidul Khatir, Ibnul Jauzi
[2] Miftah Darus Sa’adah, Ibnul Qayyim, 1/108
[3] Wafayaatul A’yan, Ibnu Halkan, 2/82 (saduran)
[4] Tadzkiratul Huffazh, Adz-Dzahabi, 4/1237
[5] Ma’rifatul Qurra’, Adz Dzahabi, 1/196 (saduran)
[6] Fathul Mughitsah bi Syarhil Al-Fiyatil Hadis, As-Sakhawi
[7] Tadzkiratul Huffazh, Adz-Dzahabi, 3/973

 
Judul Asli:
كيف تتحمس في طلب العلم الشرعي
اكثر من ١٠٠ طريقة للتحمس لطلب العلم الشرعي
(102 Kiat Agar Semangat Belajar Agama Mambara)

Penulis :
ابوالقعقاع محمد بن صالح ال عبد الله
(Abul Qa’qa’Muhammad bin Shalih alu ‘Abdillah)

Penerjemah:
Nurul Mukhlisin, Lc. M.Ag.

Penerbit :
Pustaka Elba
http://www.frewaremini.com

| Mau Kembali Keberanda? |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Memberi Respon yang Baik