Sabtu, 11 Desember 2010

Kenapa Harus Takut Menikah??


Nasihat untuk Pemuda dan Pemudi
Syaikh abdul azis alu syaikh

Salah seorang saudara kita berkata: kami ingin penjelasan singkat tentang hadits,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْلبَاءةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
"Wahai sekalian pemuda, siapa di antara kalian yang sanggup menikah, hendaklah ia menikah. Karena hal itu lebih memejamkan mata dan memelihara kemaluan. Dan siapa yang tidak mampu hendaklah ia berpuasa. Karena hal itu merupakan penahan hawa nafsu."  (1)
                Ini adalah arahan dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alayhi wasallam untuk umatnya.  Dan beliau mengkhususkan pada para pemuda karena syahwat pemuda itu memiliki keperkasaan dan gejolak. Terkadang orang tua juga masuk dalam makna hadits ini, apabila dia memiliki keinginan untuk menikah (lagi), dan kemampuan telah terpenuhi padanya. Maka Nabi berkata pada para pemuda karena mereka lebih utama mendapat arahan ini, walaupun selain pemuda kadang masuk dalam kategori mereka.
“Wahai sekalian pemuda; -Wahai jama’ah pemuda-,....siapa yang mampu; -yaitu yg memiliki (ba’ah) kemampuan untuk nikah. Dan kemampuan disini adalah kemampuan hartanya, sebelum menikah. Akan tetapi mayoritas hal itu mencakup pada kemampuan harta dan kemampuan badan-,....maka hendaklah menikah”.
Alasan apa yang Nabi sebutkan dalam sabdanya?,.... karena menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga pada kemaluan. Sesungguhnya manusia apabila dia menikah maka dia sibuk dengan istrinya dan dia telah terpenuhi kebutuhan yang Alloh halalkan buatnya dari hal yang Alloh haramkan atasnya. Maka dia menundukkan pandangan dan menjaga kemaluannya. Dan Alloh berfirman:
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ

”Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya” (QS.AnNur:30).
Dan Alloh berfirman:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ  .إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ  .فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ
“Dan orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka dan budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa mencari yang dibalik itu (Zina dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas” (QS.Al Mu’minuun:5-7)
Dan disini beliau bersabda:.... siapa yang tidak mampu, maka hendaklah dia puasa karena sesungguhnya itu adalah perisai baginya”. Karena puasa itu menyempitkan saluran makanan dan pergerakan darah padahal syetan itu mengalir pada diri anak Adam melalui saluran darah.

Dan kewajiban pemuda muslim secara umum yang ingin menikah maka hendaklah mereka memperhatikan

 yang pertama: dia harus menjaga kesuciannya karena Alloh. Karena Alloh berfirman:
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّى يُغْنِيَهُمْ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ
“Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Alloh memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya” (QS.An-Nur:33).

Yang kedua: mengupayakan dirinya untuk mencari sebab guna mencapai mahligai pernikahan. Dia menabung, kerja keras dan menyisakan gajinya dan meluangkan dirinya dan berusaha meminimalkan jajannya dan berusaha sampai dia mendapat ongkos untuk nikah dengan kemudahan dari Alloh. Dan hendaklah dia meminta tolong kepada Alloh dan berserah diri pada-Nya. Dan aku beri kabar gembira padanya bahwa Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda:”tiga orang yang wajib atas Alloh untuk menolongnya disebutkan diantara mereka adalah- pemuda yang ingin menikah guna menjaga kesuciannya”. Maka hendaklah orang yang ingin menjaga kesuciannya, boleh meminta hutangan untuk nikah, tapi bukan untuk bangga-banggaan dan kemegahan. Melainkan hutang yang memang sesuai dengan kebutuhannya, Alloh akan membantunya untuk membayar hutangnya.

Tapi tidak boleh bagi pemuda untuk memaksakan diri dengan apa yang tidak dia mampu. Tidak boleh bagi keluarga perempuan untuk membebani calon suami dengan apa yang dia tidak mampu.  Apabila telah datang jodohnya yang setara dalam agamanya, akhlaknya dan pengendaliannya maka semestinya dia menerimanya. Berupa apapun yang dia berikan maka terimalah, dan janganlah menolaknya serta menampiknya, dan jangan mengatakan ”kenapa Cuma sedikit?”. Bantulah pemuda seperti ini untuk dapat menikah, kalau kalian berupaya demi kebaikan “kalian akan menjaga kemaluannya dan kemaluan anak gadis kalian, bantulah dia dalam menikah dan jangan kalian berikan padanya beban yang tidak mampu dipikulnya”. Jangan jadikan kebanggaan dan kemegahan jalan dalam memperbanyak bentuk pacaran dan mempersedikit pernikahan bagi pemuda. Bahkan seharusnya masyarakat semua hendaknya menghendaki jiwa kebaikan, jiwa tolong menolong dan saling memahami antara sesama karena tumbuhnya bibit pernikahan dan banyaknya pernikahan serta penyebaran pernikahan. Adalah sebuah kebahagiaan apabila kita melihat kebaikan yang meliputi semua manusia dan ini adalah nikmat-nikmat dari Alloh.

 Dan sepatutnya buat para orang tua apabila melihat ada yang membutuhkan dari anak-anak mereka hendaklah mereka bersatu padu membantu dan menolongnya serta memberikan apa yang jadi kebutuhan dia karena ini adalah termasuk amalan kebaikan, Alloh berfirman:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa” (QS.Al Ma-idah: 2)
Sepatutnya bagi orang-orang yang mengeluarkan zakat ketika dikeluhkan pada mereka pemuda yang ingin menikah hendaklah mereka membantunya. Karena ulama menyebutkan bahwa zakat itu boleh dibayarkan untuk membantu orang yang ingin menikah dan tidak diragukan bahwa perkara orang yang menikah itu adalah penting dan agung yang hendaknya saling ada tolong menolong dari seluruh kaum muslimin dalam hal ini. Aku memohon kepada Alloh agar membantu kita semua dalam keta’atan.

[Diketik ulang oleh bintu sayadi, dari video tanya jawab Syaikh Abdul ‘Aziz alu Syaikh, Marjan Production]

[1] HR. Al-Bukhari dalam an-Nikah (5066); Muslim dalam an-Nikah (1400).
http://www.frewaremini.com

| Mau Kembali Keberanda? |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Memberi Respon yang Baik