Nasehat Syaikh Ibnu Utsaimin kepada Ahlussunnah Yang Gemar Memvonis Buruk Saudaranya
Ada persoalan ketiga yang muncul akhir-akhir ini, dikalangan saudara-saudara kita, para da’ie yang saya kira mereka memiliki niat yang baik dan semua mendapatkan kepercayaan masyarakat, dan segala puji hanya milik Allah. Akan tetapi sabagian mereka berbicara tentang sebagian yang lain, dan menuduh saudaranya itu bodoh dalam persoalan tertentu, tidak bisa menilai dengan baik, serta berada di menara gading yang terpisah dari realitas dan tidak mengerti tentang realitas sedikitpun. Kemudian sebagian masyarakat pun memperbincangkan persoalan ini, memperbincangkan tokoh-tokoh tertentu dengan menunjuk orang dan sifat-sifatnya, padahal semuanya dari kalangan da’I, baik yang membicarakan maupun yang dibicarakan.
Mereka sama-sama memiliki pengaruh dikalangan para pemuda, namun kini sebagian mereka mencela sebagian yang lain. Tidak diragukan bahwa saling mencela dikalangan ulama dan da’I menimbulkan dampak negatif yang besar sekali, karena hal itu akan menurunkan kehormatan para juru dakwah, setinggi apapun posisinya, karena jiwa manusia itu kadang menerima apa yang didengarnya tanpa melihat. Jika salah seorang juru dakwah mencela juru dakwah yang lain, maka pastilah kedudukan kedua-duanya akan turun, baik orang yang telah membicarakan saudaranya secara dzalim, maupun yang dilanggar kehormatannya dan di dzalimi, sehingga ia diperbincangkan oleh saudara-saudaranya yang dzalim. Pasti hal ini mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap dakwah da’I tersebut. Jika masyarakat tidak lagi mempercayai kepada da’I ini maupun da’I itu, maka merekapun tak akan lagi mempercayai dakwah, dan terjadilah problem besar. Jika orang yang memperbincangkan itu para ulama yang ucapan mereka dianggap sebagai teladan, tentu ini akan menurunkan wibawanya, selanjutnya akan menurunkan nilai ilmunya dan menurunkan pelaksanaan syariat. Karena kita tau bahwa perantara antara kita dengan syariat Allah adalah para ulama yang merupakan pewaris para nabi. Maka nilai syariah yang mereka bawa dan sampaikan kepada masyarakatpun akan turun sesuai dengan kadar turunnya pamor para ulama tersebut.
Ini berbahaya ! Persoalan ini, jika si pembicara mengerti tentang dampak-dampak negatif pembicaraannya itu, niscaya dia tidak akan membicarakannya. Sebab, ia bukan saja telah berbuat buruk terhadap seseorang, tetapi juga telah berbuat buruk terhadap syariah, sedangkan ia tidak merasa. Ia telah menghancurkan bangunan-bangunan yang telah didirikan. Maka saudara-saudaraku, para pemuda dan juru dakwah, berhati-hatilah! Jangan sampai saling memperbincangkan keburukan satu sama lain.
Sampai kapan kita terus berbicara ? Sampai kapan ? Setiap kali api fitnah padam, datanglah orang baru yang menyalakannya –kita berlindung kepada Allah-, mungkin dengan niat yang baik akan tetapi dai tidak cukup cerdas dan berpikir kritis (dengan dampaknya), atau mungkin dengan niat yang buruk. Jangan sekali-kali menyangka bahwa setiap orang yang datang kepadamu keburukan fulan dan fulan itu memiliki niat baik. Sama sekali jangan ! Kalian tidak tau, bisa jadi orang itu musuhmu yang ingin menyalakan fitnah di tengah-tengah kalian, sehingga kalian tidak bisa bersatu di atas landasan kalimat Allah.
Sayangnya ada sebagian pemuda yang memiliki sedikit ilmu yang tidak diketahui oleh kebanyakan pemuda lain yang ilmunya lebih rendah dari dia, memanfaatkan kondisi ini, lantas mereka mengumpulkan beberapa pemuda –baik di masjid-masjid maupun di rumah-rumah- dan memecah belah para pemuda itu. Mereka memcah belah potensi besar para pemuda ini yang memiliki masa depan yang cerah, insyaAllah. Anda mendapati sebagian orang mempermainkan perasaan pemuda-pemuda yang masih belia itu dan berbicara satu atau dua hadits ataupun ayat, lantas para pemuda yang ilmunya di bawahnya menyangka bahwa ia seorang yang ilmunya banyak, akan tetapi sebenarnya ia :
كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاء حَتَّى إِذَا جَاءهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئاً
“laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. “ (an-nur 39)
Hati-hati, hati-hati ! Jangan sampai berpecah belah dan berselisih, jika kalian ingin benar-benar membela agama Allah, dan agar Allah mengukuhkan kedudukan kalian di muka bumi. Ketahuilah, sesungguhnya perpecahan yang terjadi di tengah-tengah kalian ini lebih ampuh bila dibandingkan dengan senjata musuh-musuh kalian. Jika ada seorang bertanya, apa yang mesti kita lakukan terhadap sesuatu kaum yang telah menyelisihi kita dalam akidah, perilaku, amal, atau ibadah? Apa yang kita lakukan ? Akankah kita membicarakan mereka ? Atau mendiamkan mereka atau membiarkan semua orang seperti apa adanya? Atau bagaimana?
Saya jawab, yang pertama kali wajib kita lakukan sebelum yang lain, adalah mengajak mereka kepad kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Kita katakan kepada mereka, “Jika anda benar-benar menginginkan kebenaran, maka marilah kembali kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya”. Saya yakin, bila niat seseorang benar-benar baik dan ikhlas, maka jalanpun akan baik. Saya yakin, mereka pasti bersepakat dan tidak terjadi lagi perselisihan.
Akan tetapi, jika tingkatan ini tidak bisa diwujudkan, yaitu bersatu pandangan berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, maka kita perlu melihat perselisihan ini, apakah merupakan perselisihan yang bisa ditolerir, dimana seorang yang berselisih mengenainya bisa dimaafkan. Maka persoalan seperti ini tidak boleh menyebabkan terjadinya perselisihan hati, hendaklah masing-masing menahan diri. Sesungguhnya para sahabat, sebagai manusia yang paling tinggi semangatnya dalam melaksanakan agama Allah, hati mereka tidak saling berselisih disebabkan perselisihan tentang persoalan semacam ini.
Judul asli : الى متى هذا الخلاف (sampai kapan kita berselisih)
Penceramah : فضيلة الشيخ العلامة محمد بن صالح العثيمين رحمه الله (Syaikh Ibnu Utsaimin)
Penerjemah : Harwin Murtadlo
Penerbit : Pustaka Al-Qawam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Memberi Respon yang Baik