Minggu, 11 Maret 2012

Lihatlah Diri Kita, Masih Adakah Rasa Malu ??

Ahmad dan Fayiz


Abu Abdillah tidaklah terlalu istimewa dibanding sahabat-sahabatku yang lain, akan tetapi Allohlah yang menjadi saksi atas kesungguhannya melakukan kebaikan.

Beliau memiliki semangat tinggi dalam berdakwah. Yang paling terlihat adalah saat dia bekerja. Dia bekerja sebagai penerjemah di sebuah wisma bagi penyandang tunawicara dan tunarungu.

Pada suatu hari beliau menghubungiku. Beliau berkata, “Bagaimana menurutmu jika aku menghadirkan ke masjidmu dua orang  penghuni wisma tunarungu untuk menyampaikan kalimat nasihat kepada para jama’ah??




Aku terheran. Aku katakan, “Akankah orang tuli menyampaikan nasihat kepada orang-orang yang mampu berbicara?”

Beliau menjawab, “Benar.. Aturlah waktu agar kami bisa datang pada hari Ahad”

Pada hari Ahad Aku menunggu kedatangannya dengan sabar. Aku berdiri dipintu masjid sambil terus menunggu. Tiba-tiba Abu Abdillah datang dengan mobilnya. Dia behenti dekat dengan pintu. Lalu dia turun dan bersamanya dua orang laki-laki. Salah seorang di antara keduanya berjalan di sampingnya. Dan seorang lagi, Abu Abdillah memegangnya dan menunutunnya.

Aku melihat orang yang pertama, ternyata dia seorang yang tuli dan bisu, tidak bisa mendengar dan berbicara, akan tetapi dia masih bisa melihat. Orang yang kedua tuli, bisu, dan buta. Dia tidak bisa mendengar, berbicara, dan melihat.

Aku mengulurkan tanganku menyalami Abu Abdillah. Orang yang berada di sebelah kanannya _setelah itu aku tahu dia bernama Ahmad_ memandangku dengan tersenyum. Aku mengulurkan tanganku kepadanya untuk menyalaminya.

Abu Abdillah berkata kepadaku seraya memberi isyarat agar aku menyalami yang buta, “Salami juga Fayiz”.

Aku berkata, “Assalamu’alaikum.. Fayiz..”

Abu Abdillah berkata, “Pegang tangannya!! dia tidak bisa melihat dan mendengarmu”

Aku menaruh tanganku pada pada tangannya, dia menggenggam tanganku dengan erat dan mengguncangkannya.

Mereka semua masuk masjid. Selesai shalat Abu Abdillah duduk di atas kursi. Di sebelah kanannya Ahmad dan di sebelah kirinya Fayiz. Orang-orang melihat dengan tercengang. Mereka tidak menyangka bahwa orang yang duduk di atas kursi muhadarah adalah orang bisu.

Abu Abdillah menoleh ke arah Ahmad dan memberi isyarat kepadanya. Lalu Ahmad memainkan tangannya, sementara orang-orang melihat. Mereka tidak faham sedikitpun. Aku memberi isyarat kepada Abu Abdillah agar menerjemahkannya dalam bentuk kata-kata.

Beliau berkata, “Ahmad menceritakan kepada anda semua kisah saat dia mendapatkan hidayah, dia mengatakan kepada anda, ‘Aku terlahir tuli. Aku tumbuh dalam kesulitan dan perjuangan, sementara keluargaku menelantarkanku. Mereka tidak melirikku. Aku melihat manusia berbondong-bondong pergi ke masjid. Aku tidak tahu untuk apa mereka ke masjid !! Terkadang aku melihat ayahku membentangkan sajadahnya rukuk dan sujud, aku tidak tahu apa yang dilakukannya itu. Ketika aku bertanya sesuatu kepada keluargaku, mereka menyepelekanku dan tidak menjawab pertanyaanku.’”
Kemudian Abu Abdillah diam. Dia menengok ke arah Ahmad dan member isyarat kepadanya.

Ahmad lalu meneruskan ceritanya, dia mengisyaratkan dengan kedua tangannya.. kemudian rona wajah berubah seakan-akan dia tampak hanyut dengan ceritanya. Abu Abdillah menundukkan kepala. Ahmad lalu menangis.. dia menangis sesunggukan. Kebanyakan orang-orang terbawa menagis pula. Mereka tidak tahu mengapa mereka menangis. Ahmad meneruskan ceritanya dengan bahasa isyarat  dengan kesan yang begitu mendalam, lalu dia berhenti.

Lalu Abu Abdillah berkata, “Ahmad bercerita kepada Anda sekalian masa perubahan dalam hidupnya, bagaimana dia mengenal Alloh dengan sebab dia bertemu seseorang di jalan yang kemudian mengasuh dan mengajarinya.. bagaimana dia memulai shalat, merasakannya sesuai kadar kedekatannya kepada Alloh dan mengharapkan pahala yang besar karena cobaan yang dideritanya, bagaimana dia merasakan manisnya iman”. Abu Abdillah terus menceritakan kepada kami kisah-kisah lain yang di alami Ahmad. Kebanyakan orang-orang terbawa dan tersentuh dengan ceritanya itu.

Adapun aku, aku sendiri lalai dari cerita itu. Terkadang aku memandang Ahmad, dan terkadang memandang Fayiz. Aku berkata dalam hati, “Itu Ahmad, dia masih melihat dan mengerti bahasa isyarat,  Abu Abdillah berkomunikasi dengannya dengan bahasa isyarat”. Aku melihat ke arah Fayiz, "Bagaimana Abu Abdillah akan berkomunikasi dengan Fayiz sementara dia tidak bisa melihat, mendengar, dan berbicara??!”

Selesailah Ahmad berbicara dan dia mengusap sisa air matanya. Abu Abdillah menoleh ke arah Fayiz. Aku berkata dalam hati, “Hah.. apa yang akan dia lakukan?? Abu Abdillah memukulkan tangannya ke punggung Fayiz, maka Fayiz berpindah seperti lotre. Dia menyampaikan kalimat yang sangat berkesan. Tahukah Anda bagaimana dia menyampaikannya??

Dengan kata-kata..?? Tidak mungkin. Dia seorang yang bisu dan tidak bisa berbicara.

Dengan isyarat..?? Tidak mungkin. Dia seorang yang buta, tidak akan tahu bahasa isyarat.

Dia menyampaikan kalimat dengan sentuhan..Benar.. dengan sentuhan. Abu Abdillah selaku penerjemah meletakkan tangannya di hadapan Fayiz. Lalu Fayiz menyentuhnya dengan sentuhan yang mengandung arti. Dari situ penerjemah bisa memahami apa maksud Fayiz lalu menceritakan kepada kami apa yang beliau fahami dari bahasa sentuhan Fayiz.

Selama empat menit beliau selesai menerjemahkan. Sementara Fayiz diam dan tenang. Dia tidak tahu apakah penerjemah sudah selesai atau belum karena dia tidak mendengar dan tidak juga melihat. Manakala penerjemah selesai, beliau menepuk punggung Fayiz lalu Fayiz memegang tangan beliau. Penerjemah meletakkan tangannya di hadapan Fayiz. Kemudian menyentuhnya lagi dengan sentuhan yang mengandung arti.

Pandangan orang-orang berbolak-balik antara Fayiz dan penerjemah. Sesekali mereka terkagum-kagum dan sesekali mereka heran dan penasaran. Fayiz menganjurkan orang-orang untuk bertaubat. Terkadang ia memegang dua telinganya, terkadang lidahnya, dan terkadang dia meletakan tangannya di kedua matanya. Dengan itu dia memerintahkan orang-orang untuk menjaga pendengaran dan penglihatan dari hal-hal yang haram.

Aku memandangi orang-orang. Aku melihat sebagian mereka berulang-ulang mengucapkan “Subhaanalloh”. Sebagian yang lain berbisik-bisik dengan orang di sampingnya. Sebagian lain mengikuti dengan seksama. Dan sebagian lainnya menangis.

Adapun aku, fikiranku pergi jauuuuh… Aku membandingkan kemampuan Fayiz dengan kemampuan mereka. Kemudian aku membandingkan pengorbanan Fayiz untuk agama ini dibandingkan pengorbanan mereka. Semangat yang dimiliki seorang yang buta, tuli, dan bisu mengalahkan semangat mereka semuanya.

Manusia, seribu dari mereka seolah satu orang saja

Dan satu orang seolah seribu apabila dia memerintah atas kita.

Seorang laki-laki dengan kemampuan yang sangat terbatas. Akan tetapi dia berjuang untuk berkhidmat bagi agama ini. Dia merasa dirinya adalah bagian dari tentara Islam. Dia menggerakkan tangannya dengan keras, seolah dia dia berkata:

“Wahai orang yang meninggalkan shalat.. sampai kapan??”

“Wahai orang yang mengarahkan pandangannya kepada yang haram.. sampai kapan??”

“Wahai orang yang berkubang dalam lumpur kemaksiatan.. wahai orang yang memakan barang haram.. dan wahai orang yang terjerumus dalam kesyrikan.. sampai kapan..?? Apakah tidak cukup serangan musuh-musuh Islam terhadap agama kita..?? dan malah kalian menambah menyerangnya juga..!!”

Seorang yang cacat menggerak-gerakkan wajahnya dan berputar-putar supaya dia bisa mengeluarkan maksud yang tersimpan dari dalam dadanya. Kebanyakan manusia sangat tersentuh. Aku tidak menoleh ke arah mereka. Akan tetapi aku mendengarkan suara tangisan dan suara tasbih.

Fayiz selesai menyampaikan nasihatnya lalu dia berdiri. Abu Abdillah memegang tangannya. Orang-orangpun berhimpit-himpitan untuk menyalaminya.

Aku melihatnya menyalami orang-orang. Aku merasa dia menganggap orang-orang itu setara dan sama. Dia menyalami semuanya. Tidak membedakan antara raja dan orang biasa, pimpinan dan bawahan, pemerintah dan rakyat. Ikut menyalaminya orang-orang kaya dan orang-orang miskin, orang-orang terhormat dan orang rendahan, mereka semua di sisinya sama.

Aku berkata dalam hati, “Andaikan saja ada beberapa orang yang bermanfaat sepertimu wahai Fayiz”. Abu Abdillah mengambil tangan Fayiz lalu membawanya keluar dari masjid. Baik penerjemah dan Fayiz, keduanya larut dalam kegembiraan yang membuncah.

Aaahhhh… Alangkah sempitnya dunia. Berapa banyak orang yang tidak diuji dengan seperempat ujiannya Fayiz namun dia tak sanggup keluar dari kesedihan dan kesempitan. Di manakah orang yang terkena penyakit menahun.. gagal ginjal.. lumpuh.. jantung koroner.. diabetes.. mengapa mereka tidak merasa nikmat dengan hidup mereka dan selalu mengeluhkan keadaan mereka??

Alangkah indahnya Alloh menguji hamba-Nya lalu Dia melihat hati hamba itu dalam keadaan bersyukur, ridha, dan mengharapkan ganjaran dari-Nya.

Hari-hari berlalu.. gambaran wajah Fayiz terlukis di benakku. Aku menemui Abu Abdillah sesudah itu. Aku menanyakan kepadanya tentang Fayiz.

Beliau berkata, “Aakhkh…..Orang buta yang satu itu memiliki banyak keajaiban”

“Bagaimana bisa begitu??” Tanyaku.

Beliau menjawab, “Dalam hidupku aku tidak pernah melihat orang yang lebih bersemangat mengerjakan shalat daripada Fayiz. Fayiz tinggal diluar kota Riyadh. Kami membuatkan untuknya sebuah bilik kecil di wisma tunanrungu. Kami mempekerjakan seseorang untuk mengurusinya, memasakkan makanan, dan membangunkannya untuk shalat. Pekerja itu mendatanginya setiap waktu shalat akan tiba, membuka pintu dan menuntunnya. Fayiz bangkit untuk berwudu’, kemudian menunggu pekerja itu di bawah pintu wisma untuk mengambil tangannya dan menuntunnya untuk shalat.

Pada suatu ketika pekerja itu datang terlambat. Maka Fayiz menggedor-gedor pintu wisma agar pekerja itu segera datang. Tatkala pekerja itu terlambat dan Fayiz merasa akan terluput dari shalat, dia merangkak sendiri menuju masjid. Antara dia dan masjid ada dua buah jalan yang saling berhadapan. Dia berjalan dan mengisyaratkan dengan tangannya bagi pengendara mobil _jika di sana terdapat mobil_. Beberapa mobil bertabrakan karena sebab dia, sementara dia sendiri tidak tahu tentang tabrakan itu.

Fayiz memiliki banyak keajaiban. Suatu ketika aku datang ke Wisma pada waktu ashar. Dan ternyata seluruh penghuni wisma menungguku di depan pintu. Mereka mengisyaratkan bahwa Fayiz sedang ada masalah. Akupn menemui Fayiz, waktu itu aku melihatnya dalam keadaan sangat marah. Dia melemparkan tutup kepalanhya ke belakang, sementara orang tuli tidak bisa memahaminya.

Ketika aku meletakkan tanganku pada tangannya, akupun tahu. Dia menggenggam tanganku, dan menyentuhnya dengan sentuhan tertentu. Kemudian aku menyentuhnya dengan sentuhan yang serupa. Marahnyapun mereda. Tahukah anda apa yang membuatnya marah?? Di waktu subuh hari itu dia terlewatkan shalat berjama’ah. Dia berkata, ‘Pecat pekerja itu..!! gantilah dia dengan yang lain..!!’. Dia menahan air matanya sementara aku berusaha menenangkannya”

Semoga Alloh merahmati Fayiz, dan semoga Alloh merahmati kita semua.
.....................
from: 'aasyiqun... fii gurfatil 'amaliyaat..!!, Syaikh Muhammad al-'Uraify
Diterjemahkan oleh saudaraku alfadhil dr. Supriadi al-lumbuky



http://www.frewaremini.com

| Mau Kembali Keberanda? |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Memberi Respon yang Baik